Jauhi Maksiat, Cahaya Mendekat

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ صَخْر رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ : مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوْهُ، وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ، فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِيْنَ مَنْ قَبْلَكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلاَفُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ
Dari Abu Hurairah Abdurrahman bin Sakhr radhiallahu ‘anhu, dia berkata: Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi was sallam bersabda: “Apa yang aku larang hendaklah kalian menghindarinya, dan apa yang aku perintahkan hendaklah kalian laksanakan semampu kalian. Sekali-kali kehancuran orang-orang sebelum kalian adalah karena banyaknya pertanyaan mereka (yang tidak berguna) dan pertentangan mereka terhadap nabi-nabi mereka,” (HR. Bukhori dan Muslim).
MARI perhatikan hadits di atas. Rasulullah shallallahu ‘alaihi was sallam menyusulkan kalimat ‘semampu kalian’ dalam pelaksanaan perintah. Tidak dengan penjauhan larangan. Itu berarti, pada dasarnya kita mampu menjauhi larangan keseluruhan. Meninggalkan khomr, jauhi zina, menghindari lalai bermusik, menolak konsumsi daging babi atau sejenisnya.
Menurut Imam Ahmad, ini menunjukkan tidak ada keringanan dalam melanggar larangan. Berbeda dengan perintah, ia bisa saja ditinggalkan karena ketidakmampuan. Terdapat tayamum bagi yang tidak mampu berwudhu. Jama’ qoshor sholat ketika perjalanan jauh yang tidak memungkinkan kita singgah. Pun saat safar, berbuka puasa dibolehkan bagi yang tidak sanggup melanjutkan.
Adalah menimbang seberapa baik ibadah, dengan merenungi sekuat apa kita menjauh dari hal-hal yang diharamkan Allah. Sebab Rasulullah shallallahu ‘alaihi was sallam juga bersabda,
اتَّقِ الْمَحَارِمَ تَكُنْ أَعْبَدَ النَّاسِ
“Jauhilah perkara-perkara yang diharamkan, niscaya engkau menjadi manusia yang paling sholih (baik ibadahnya) di antara manusia.” (HR. Tirmidzi)
“Berdzikir kepada Allah dengan lisan itu baik,” ujar Maimun bin Mahran, “tetapi dzikir yang lebih baik dari ini adalah seorang hamba mengingat Allah saat berhadapan dengan larangan Allah, lalu ia meninggalkan larangan tersebut.”
Pantas saja berkata Imam Waki’ ketika seorang murid mengadukan buruknya hafalan, “Tinggalkan maksiat,” kemudian menasihati, “sungguh ilmu Allah adalah cahaya. Dan cahaya Allah tak diberikan pada pendurhaka.” Pesan yang begitu mempengaruhi sang murid, Imam Syafi’i. Mengantarkannya ke semangat juang hingga bermanfaat luas untuk umat.
Maka upaya menghindar dari yang Allah larang sungguh bukan kesia-siaan. Ia menjadi prinsip prioritas kita dalam beramal. Tolak ukur kesholihan ibadah. Pula, meriwayatkan Imam Ahmad, bahwa Rasulullah bersabda,
إِنَّكَ لَنْ تَدَعَ شَيْئاً لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ بَدَّلَكَ اللَّهُ بِهِ مَا هُوَ خَيْرٌ لَكَ مِنْهُ
“Tidaklah engkau meninggalkan sesuatu karena Allah, kecuali Allah akan mengganti bagimu dengan sesuatu yang lebih baik dari apa yang kamu tinggalkan.”
Robbunaa a’lam. []
Referensi: Majalah An-Najah Eds. 112

Belum ada Komentar untuk "Jauhi Maksiat, Cahaya Mendekat"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel